Bincang Asik: Antisipasi dan Pembekalan Mahasiswa Antropologi Budaya dalam Menghadapi Lingkungan di Masa Depan

Bincang Asik: Antisipasi dan Pembekalan Mahasiswa Antropologi Budaya dalam Menghadapi Lingkungan di Masa Depan

Perkembangan lingkungan yang semakin kompleks dan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat modern telah memunculkan kebutuhan yang mendesak untuk memahami hubungan yang lebih dalam antara manusia dan lingkungan sekitarnya. Dalam era ini yang dipenuhi oleh isu-isu seperti perubahan iklim, kerusakan lingkungan yang keberlanjutan, mahasiswa antropologi budaya memiliki peran yang sangat penting dalam menghadapi dan mengantisipasi perubahan lingkungan yang akan datang

 

Sebagai calon ahli antropologi budaya, mahasiswa harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang hubungan kompleks antara manusia, budaya, dan lingkungan. Mereka harus mampu menganalisis bagaimana manusia berinteraksi dengan lingkungan secara sosial, budaya, dan ekonomi, serta memahami dampak-dampaknya terhadap keberlanjutan lingkungan. Dengan pemahaman ini, mahasiswa antropologi budaya dapat memberikan kontribusi berharga dalam merumuskan solusi yang berkelanjutan dan berwawasan masa depan.

Pada tanggal 20 Juni 2023, Rawayan Mahasiswa Program Etnostudi (RAMPES) mengadakan acara “Bincang Asik” (BISIK) yang bertujuan untuk memberikan platform bagi mahasiswa antropologi budaya ISBI Bandung dan masyarakat umum dalam menjelajahi isu-isu yang relevan dengan perkembangan lingkungan di masa depan. Acara ini mengusung topik menarik yang berjudul “Nyawang Alam Nu Bakal Kasorang”, yang mengajak para peserta untuk melihat dan merenung tentang dunia yang akan datang.

Dalam kegiatan ini, mahasiswa antropologi budaya memiliki kesempatan untuk mendapatkan wawasan yang lebih mendalam tentang perubahan lingkungan alam yang akan datang, melalui diskusi, presentasi, dan kolaborasi dengan narasumber dan sesama mahasiswa. Mereka dapat menjelajahi strategi adaptasi lingkungan alam yang relevan untuk menghadapi tantangan masa depan.

Dengan demikian, acara “Bincang Asik” menjadi momentum yang berharga bagi mahasiswa antropologi budaya untuk memperkaya pengetahuan, mengembangkan keterampilan analitis, dan mempersiapkan diri sebagai pemimpin masa depan dalam memahami dan menghadapi perubahan lingkungan yang semakin kompleks.

Dalam kegiatan tersebut, mahasiswa antropologi budaya diberikan pemahaman yang mendalam tentang perubahan lingkungan alam. Salah satu fokus utama dalam materi adalah mengenai istilah-istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan perubahan iklim global, yaitu climate change, climate crisis, dan climate chaos.

Perubahan iklim
Climate change mengacu pada perubahan jangka panjang dalam pola cuaca rata-rata di Bumi. Perubahan ini mencakup berbagai aspek, seperti perubahan suhu rata-rata, pola curah hujan, tingkat kelimpahan dan distribusi air, serta faktor-faktor iklim lainnya yang terjadi dalam periode waktu yang panjang, seperti dekade atau bahkan lebih lama. Peningkatan suhu rata-rata bumi setiap tahunnya menjadi salah satu indikator dari perubahan iklim ini.

Pemateri juga membahas tentang climate crisis, yang menekankan urgensi dan seriusnya ancaman yang dihadapi akibat perubahan iklim. Climate crisis menggambarkan pemahaman bahwa perubahan iklim telah menjadi ancaman nyata bagi kelangsungan hidup manusia dan ekosistem Bumi. Hal ini mencerminkan kekhawatiran mendalam mengenai dampak yang meluas, seperti kenaikan suhu global, peningkatan frekuensi bencana alam, pencairan es di Kutub Utara dan Selatan, naiknya permukaan air laut, hilangnya keanekaragaman hayati, serta dampak serius pada ekonomi dan masyarakat.

Selanjutnya, terdapat istilah climate chaos, yang menggambarkan situasi yang tidak terkendali dan tidak stabil akibat perubahan iklim yang terjadi dengan cepat. Climate chaos mencakup konsekuensi yang tidak terduga dan sering kali ekstrem dari perubahan iklim. Hal ini meliputi cuaca yang ekstrem, peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam, serta ketidakstabilan ekosistem. Climate chaos menyoroti adanya ketidakpastian dan potensi terjadinya gangguan signifikan dalam sistem iklim yang dapat mengganggu kehidupan manusia dan planet secara keseluruhan.

 

Dalam konteks pembelajaran antropologi budaya, pemahaman tentang perubahan iklim dan istilah-istilah yang digunakan untuk menggambarkannya menjadi penting. Mahasiswa antropologi budaya dan masyarakat dapat menggunakan pengetahuan ini untuk mempelajari dampak perubahan iklim pada budaya manusia, interaksi sosial, dan pola hidup. Mereka juga dapat menggali cara-cara di mana manusia merespons perubahan iklim dan mencari solusi yang berkelanjutan untuk mengatasi krisis iklim yang sedang terjadi.

Faktor-faktor terjadinya perubahan iklim
Setelah memaparkan tentang istilah-istilah perubahan iklim yang sudah mulai terjadi pada bumi kita, pemateri juga menguraikan secara rinci faktor-faktor yang menjadi penyebab perubahan iklim tersebut. Salah satu faktor yang signifikan adalah penggunaan bahan bakar yang berlebihan oleh manusia. Konsumsi bahan bakar fosil seperti minyak, gas alam, dan batu bara dalam skala yang besar untuk transportasi, industri, dan pembangkit listrik menghasilkan emisi gas rumah kaca yang berkontribusi pada pemanasan global. Aktivitas ini menciptakan perubahan dalam komposisi atmosfer dan meningkatkan efek rumah kaca, yang menyebabkan perubahan iklim.

Faktor lain yang dibahas adalah deforestasi, yaitu penggundulan hutan yang meluas. Deforestasi menghilangkan sumber penyerapan karbon alami dan merusak ekosistem yang penting untuk menjaga keseimbangan iklim. Ketika hutan ditebang, karbon yang disimpan dalam pohon dilepaskan ke atmosfer sebagai gas karbon dioksida (CO2), yang meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca.

Pertanian kelapa sawit yang masif juga menjadi faktor yang disorot dalam pembahasan. Perluasan tanaman kelapa sawit menyebabkan deforestasi yang signifikan, menghancurkan habitat alami dan mengeluarkan karbon yang disimpan di dalamnya. Selain itu, produksi kelapa sawit juga memerlukan penggunaan pupuk dan pestisida yang berdampak negatif pada lingkungan. Seluruh rangkaian proses ini menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca.

Industrialisasi, sebagai faktor lain yang dibahas, merujuk pada pertumbuhan dan pengembangan industri yang pesat. Aktivitas industri seperti produksi, transportasi, dan pembangkit listrik konvensional menggunakan bahan bakar fosil dan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang signifikan. Penggunaan energi fosil dalam proses produksi dan transportasi barang juga berkontribusi pada peningkatan emisi dan perubahan iklim.

Faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu penggunaan bahan bakar berlebihan, deforestasi, pertanian kelapa sawit yang masif, dan industrialisasi, secara kolektif berkontribusi pada perubahan lingkungan alam dan memberikan dampak negatif bagi manusia. Dampak-dampak ini mencakup berbagai aspek yang penting untuk dipahami dalam konteks perubahan iklim.

 

Dampak-dampak perubahan iklim terhadap lingkungan

Salah satu dampak yang signifikan adalah peningkatan suhu global. Akumulasi gas rumah kaca dalam atmosfer menyebabkan peningkatan suhu rata-rata di seluruh dunia. Hal ini berdampak pada perubahan pola cuaca yang tidak stabil, peningkatan kekeringan di beberapa wilayah, dan peningkatan intensitas kejadian cuaca ekstrem seperti badai, banjir, dan kebakaran hutan.

Perubahan pola curah hujan juga menjadi salah satu dampak yang terjadi akibat perubahan iklim. Beberapa daerah mengalami peningkatan curah hujan yang ekstrem, sementara daerah lain mengalami kekeringan yang parah. Perubahan ini dapat mengganggu pertanian, menyebabkan kerugian ekonomi, dan mengancam keamanan pangan.

Peningkatan kejadian bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan badai juga merupakan dampak serius dari perubahan iklim yang disebabkan oleh faktor-faktor tersebut. Perubahan iklim mempengaruhi pola cuaca global dan meningkatkan risiko bencana alam yang lebih sering terjadi dan memiliki intensitas yang lebih besar. Dampaknya termasuk kerugian nyawa, kerusakan infrastruktur, dan kerugian ekonomi yang besar.

Perubahan iklim juga menyebabkan pencairan es di kutub, terutama di Kutub Utara dan Selatan. Pencairan es ini menyebabkan kenaikan permukaan air laut yang mengancam pulau-pulau kecil dan pesisir yang padat penduduknya. Hal ini juga mempengaruhi keberlanjutan ekosistem di daerah kutub dan kehidupan satwa liar yang bergantung pada habitat es.

Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim memiliki konsekuensi serius yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, keberlanjutan ekonomi, dan keseimbangan ekosistem. Salah satu dampak yang signifikan adalah ancaman terhadap keamanan pangan. Perubahan pola cuaca yang tidak stabil, seperti kekeringan dan banjir yang lebih sering terjadi, dapat mengganggu produksi pertanian dan mengurangi ketersediaan pangan. Hal ini berdampak negatif pada ketahanan pangan, terutama di daerah yang bergantung pada pertanian sebagai mata pencaharian utama.

Dampak perubahan iklim juga berdampak pada ketersediaan air bersih. Perubahan pola curah hujan dan peningkatan evaporasi menyebabkan ketidakseimbangan dalam siklus air. Daerah-daerah yang sebelumnya memiliki pasokan air yang cukup dapat mengalami kekeringan yang parah, sementara daerah lain mungkin menghadapi banjir yang mengancam sumber air bersih. Kurangnya akses terhadap air bersih dapat mengancam kesehatan masyarakat, meningkatkan risiko penyakit terkait air, dan memperburuk kondisi sanitasi.

Kesehatan manusia juga terpengaruh oleh dampak perubahan iklim. Peningkatan suhu global dapat menyebabkan penyebaran penyakit menular yang lebih luas, seperti penyakit yang ditularkan oleh vektor seperti nyamuk atau tikus. Selain itu, dampak psikologis juga dapat terjadi akibat bencana alam yang sering terjadi, kehilangan tempat tinggal, dan kerugian ekonomi yang signifikan.

Dalam menghadapi dampak-dampak ini, sangat penting untuk mengatasi faktor-faktor penyebab perubahan iklim dan mengambil tindakan yang efektif. Upaya mitigasi diperlukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang menjadi penyebab utama perubahan iklim. Hal ini melibatkan pengurangan penggunaan bahan bakar fosil, peningkatan efisiensi energi, dan pemanfaatan sumber energi terbarukan. Selain itu, adaptasi juga penting untuk mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim yang sudah terjadi. Ini melibatkan pengembangan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim, diversifikasi pertanian, pengelolaan sumber daya air yang baik, dan sistem peringatan dini untuk bencana alam.

 

Upaya untuk menghadapi perubahan iklim

Untuk menghadapi tantangan perubahan iklim yang semakin nyata dan mendesak, diperlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Hal ini melibatkan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga internasional. Setiap pihak memiliki peran penting dalam mengimplementasikan kebijakan dan program yang berkelanjutan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan melindungi lingkungan.

Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan kerangka kebijakan yang mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon. Mereka dapat memberlakukan peraturan dan standar lingkungan yang ketat, memberikan insentif bagi investasi dalam teknologi ramah lingkungan, dan mengimplementasikan kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Pemerintah juga dapat memainkan peran penting dalam mendirikan lembaga dan mekanisme koordinasi yang memungkinkan kolaborasi antar sektor.

Sektor swasta juga memiliki peran yang signifikan dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Perusahaan dapat mengadopsi praktik bisnis yang berkelanjutan, seperti mengurangi emisi, memperbaiki efisiensi energi, dan menggunakan sumber energi terbarukan. Investasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi hijau serta kolaborasi dengan pemerintah dan lembaga internasional juga dapat membantu menghasilkan solusi inovatif untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Partisipasi aktif masyarakat sangat penting dalam menciptakan perubahan yang berkelanjutan. Kesadaran akan pentingnya perlindungan lingkungan dan pemahaman tentang dampak perubahan iklim dapat mendorong individu untuk mengurangi emisi individu dan mengadopsi gaya hidup yang lebih ramah lingkungan, seperti menggunakan transportasi publik, mengurangi pemborosan energi, dan mendaur ulang. Pendidikan dan kampanye informasi juga dapat meningkatkan pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam upaya mitigasi dan adaptasi.

Selain itu, kolaborasi lintas sektor dan lintas negara juga penting dalam menghadapi perubahan iklim. Lembaga internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), berperan dalam mengoordinasikan kerjasama global, memfasilitasi dialog dan negosiasi internasional, serta memberikan dukungan teknis dan keuangan bagi negara-negara yang membutuhkan. Kerjasama global memungkinkan pertukaran pengetahuan dan pengalaman, serta mempercepat adopsi solusi terbaik untuk mengurangi emisi dan memitigasi dampak perubahan iklim.

Hanya dengan upaya bersama yang terkoordinasi antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga internasional, kita dapat mengurangi dampak perubahan iklim, melindungi sumber daya alam, dan menciptakan masa depan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang. Ini membutuhkan komitmen jangka panjang, pengambilan keputusan yang berdasarkan pada sains dan bukti, serta kesadaran kolektif akan urgensi dan pentingnya tindakan sekarang untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada planet kita.

 

Kesimpulan
Sebagai calon ahli antropologi budaya, mahasiswa harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang hubungan kompleks antara manusia, budaya, dan lingkungan. Mereka harus dapat menganalisis bagaimana manusia berinteraksi dengan lingkungan secara sosial, budaya, dan ekonomi, serta memahami dampak-dampaknya terhadap keberlanjutan lingkungan. Dengan pemahaman ini, mahasiswa antropologi budaya dapat memberikan kontribusi berharga dalam merumuskan solusi yang berkelanjutan dan berwawasan masa depan.

 

Acara “Bincang Asik” yang diadakan oleh Rawayan Mahasiswa Program Etnostudi (RAMPES) merupakan sebuah platform penting bagi mahasiswa antropologi budaya dan masyarakat umum untuk mendapatkan wawasan yang lebih mendalam tentang perubahan lingkungan alam yang akan datang. Melalui diskusi, presentasi, dan kolaborasi dengan narasumber dan mahasiswa, mereka dapat menjelajahi strategi adaptasi terhadap lingkungan alam yang relevan dengan menghadapi tantangan di masa depan.

Dalam konteks perubahan iklim, mahasiswa antropologi budaya diberikan pemahaman yang mendalam tentang istilah-istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan perubahan iklim global, seperti climate change, climate crisis, dan climate chaos. Mereka juga mempelajari faktor-faktor yang menjadi penyebab perubahan iklim, seperti penggunaan bahan bakar fosil berlebihan, deforestasi, pertanian kelapa sawit yang masif, dan industrialisasi. Selain itu, mereka juga memahami dampak-dampak perubahan iklim terhadap lingkungan, seperti peningkatan suhu global, perubahan pola curah hujan, kejadian bencana alam yang lebih sering, pencairan es di kutub, ancaman terhadap keamanan pangan, ketersediaan air bersih, dan kesehatan manusia.

Untuk menghadapi perubahan iklim, diperlukan upaya mitigasi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan upaya adaptasi untuk mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim yang sudah terjadi. Pendekatan yang holistik dan berkelanjutan melibatkan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga internasional.

Dalam kesimpulannya, kesadaran tentang perubahan lingkungan yang semakin kompleks telah memperkuat peran mahasiswa antropologi budaya dan masyarakat dalam memahami dan menghadapi perubahan lingkungan dimasa depan. Acara “Bincang Asik” memberikan momentum penting bagi mereka untuk memperkaya pengetahuan, mengembangkan keterampilan analitis, dan mempersiapkan diri sebagai pemimpin masa depan dalam.